Al-Fatihah




Surat ini dinamakan al-FAtihah - Yakni Fatihatul Kitab- hanya secara tulisan. dengan surat ini bacaan dalam shalat dimulai. Surat ini disebut Juga Ummul Kitab. menurut mayoritas ulama seperti yang dituturkan oleh Anas, Al-Hasan dan Ibnu Sirin, karena ketiganya tidak suka menyebutnya dengan istilah fatihatul kitab.

AL-Hasan dan Ibnu Sirin mengatakan, "sesungguhnya Ummul kitab itu adalah Lauh MAhfudz". AL-HAsan mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ummul kitab. karena itu keduanya pun tidak suka menyebut surat Al-FAtihah dengan istilah Ummul Qur'an.

Didalam sebuah hadis shahih diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan dinilai sarih olehnya, disebutkan dari Abu Hurairah bahwa rasulullah SAW bersabda: "Alhamdulillahirabbil 'Alamiina adalah Ummul Quran, Ummul Kitab, Sab'ul Matsaani dan AlQura'anul 'adhiim" Surat al-Fatihah dinamakan pula alhamdu, juga disebut ash-Sholat karena berdasarkan sabda RAsulullah bahwa Allah berfirman: Aku bagikan shalat antara aku dan hambaku menjadi dua bagian. Apabila seorang hamba mengucapkan, "Alhamdulillahi rabbil 'alamiin" Allah berfirman, "Hambaku Telah memujiKu".

Surat Al-FAtihah disebut pula Shalat, karena ia merupakan syarat didalam shalat. Surat Fatihah dinamakan pula syifa seperti yang disebutkan dalam riwayat ad-DArami melalui Abu Said secara marfu', yaitu: FAtihatul kitab (surat al-FAtihah) merupakan obat penawar bagi segala jenis racun

Surat FAtihah dikenal pula dengan nama Ruqyah, seperti yang disebutkan dalam hadis Abu SAid yang shahih, yaitu disaat dia membacakannya untuk mengobati seorang lelaki sehat yang tersengat kalajengking. Sesudah itu Rasulullah SAW bersabda kepada Abu SAid al-Khudri: Siapakah yang memberi tahu kamu bahwa surat fatihah itu adalah ruqyah Asy-Sya'bi meriwayatkan sebuah atsar melalui Ibnu Abbas, bahwa dia menamakan alfatihah Asasul Quran (fondasi al-Quran). Ibnu Abbas mengatakan bahwa fondasi surat ini terletak pada bismillahirrahmaanirrahim. sufyan bin uyainah menamakannya al-waqiyah, sedangkan yahya ibnu kasir menamakannya alkafiyah, karena surat alfatihah sudah mencukupi tanpa selainnya. tetapi surat selainnya tidak dapat mencukupi bila tanpa surat alfatihah. seperti yang disebutkan dalam salah satu hadis berpredikat mursal: ummul quran merupakan pengganti yang lainnya, sedangkan selainnya tidak dapat dijadikan sebagai penggantinya.

Surat ini dinamakan juga surat as-shalah dan al KAnz. kedua nama ini disebutkan oleh az-Zamakhsyari di dalam kita kasysyaf. menurut ibnu abbas, Qatadah dan Abul Aliyah, surat alfatihah adalah makiyyah. menurut pendapat lain madaniyyah, seperti yang dikatakan oleh Abu Hurairah, Mujahi, Ata ibnu yasar, dan Az-Zuhri. pendapat lainnya lagi mengatakan, surat alfatihah diturunkan sebanyak dua kali, pertama dimekah dan kedua di madinah. tetapi pendapat pertama lebih dekat kepada kepada kebenaran. karena firmanNya menyebutkan: dan sesungguhnya kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang


Abu Lais as-samarqandi meriwayatkan bahwa sebagian dari surat fatihah diturunkan dimekah sedangkan sebagian di madinah. Akan tetapi pendapat ini sangat aneh dinukil oleh al-Qurtubi darinya. Surat al-FAtihah terdiri atas tujuh ayat tanpa ada perselisihan, tetapi amr ibnu Ubaid mengatakan delapan ayat. kedua pendapat ini menyendiri. mereka berselisish pendapat mengenai basmalahnya, apakah merupakan ayat tersendiri sebagai permulaan al-Fatihah seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama qurra kufah dan segolongan orang dari sahabat dan para tabi'in serta ulama khalaf, ataukah merupakan sebagian dari ayat atau tidak terhitung sama sekali sebagai permulaan alfatihah. seperti yang dikatakanoleh ulama penduduk Madinah dari kalangan ahli qurra dan ahli fiqihnya. kesimpulan pendapat mereka terbagi menjadi tiga pendapat. 

Para ulama mengatakan bahwa jumlah kalimat dalam surat fatihah semuanya da 25 kalimat, sedangkan hurufnya sebanyak 113 huruf. imam bukhari dalam permulaan kitab tafsir mengatakan bahwa surat ini dinamakan ummul kitab karena penulisan dalam mushaf dimulai dengannya dan permulaan bacaan dalam shalat dimulai dengannya. Menurut pendapat lain, sesungguhnya surat ini dinamakan ummul kitab karena semua makna yang terkandung didalam alquran merujuk kepada yang terkandung di dalamnya.

TAHAP TURUNNYA AL-QUR'AN

Adapun tahap tahap turunya al-qur’an ada 3 tahap, yaitu :
1. Tahap pertama ( At-Tanazzulul Awwalu ), Al-Qur’an diturunkan atau ditempatkan di Lauh Mahfudh, yakni suatu tempat di mana manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti. Hal ini sebagaimana diisyaratkan dalam QS Al-Buruj : 21-22. Artinya : Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh.

Penjelasan mengenai sejak kapan Al-Qur’an ditempatkan di Lauh Mahfudh, dan bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal gaib yang menjadi bagian keimanan dan tidak ada yang mampu mengetahuinya selain dari Allah swt. Dalam konteks ini Al-Qur’an diturunkan secara sekaligus maupun secara keseluruhan. Hal ini di dasarkan pada dua argumentasi.

Pertama: Karena lahirnya nash pada ayat 21-22 surah al-Buruj tersebut tidak menunjukkan arti berangsur-angsur. Kedua: karena rahasia/hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur tidak cocok untuk tanazul tahap pertama tersebut. Dengan demikian turunnnya Al-Qur’an pada tahap awal, yaitu di Lauh Fahfudz dapat dikatakan secara sekaligus dan tidak berangsur-angsur.

2. Tahap kedua (At-Tanazzulu Ats-Tsani), Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul `Izzah di Sama’ al-Dunya (langit dunia), yakni setelah Al-Qur’an berada di Lauh Mahfudh, kitab Al-Qur’an itu turun ke Baitul `Izzah di langit dunia atau langit terdekat dengan bumi ini. Banyak isyarat maupun penjelasannya dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW. antara lain sebagai berikut dalam Surat Ad-Dukhan ayat 1-6 :
Artinya: Ha-Mim. Demi Kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (QS Ad-Dukhan 1-6).

Hadis riwayat Hakim dari Sa`id Ibn Jubair dari Ibnu Abbas dari Nabi Muhammad saw bersabda: Al-Qur’an itu dipisahkan dari pembuatannya lalu diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia, kemudian mulailah Malaikat Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw.
Hadis riwayat al-Nasa’i, Hakim dan Baihaki dari Ibnu Abbas ra. Beliau berkata: Al-Qur’an itu diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada malam Qadar, kemudian setelah itu diturunkan sedikit demi sedikit selama duapuluh tahun.

3. Tahap ketiga (At-Tanazzulu Ats-tsaalistu)
Al-Qur’an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia langsung kepada Nabi Muhammad SAW., yakni setelah wahyu Kitab Al-Qur’an itu pertama kalinya di tempatkan di Lauh Mahfudh, lalu keduanya diturunkan ke Baitul Izzah di langit dunia, kemudian pada tahap ketiga Al-Qur’an disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad saw dengan melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dalam hal ini antara lain tersebut dalam QS Asy-Syu`ara’ : 193-194, Al-Furqan :32 sebagai berikut: Artinya : Ia (Al-Qur’an) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (Asy-Syu`ara’: 193-194).

Artinya : Berkatalah orang-orang kafir, mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja. Demikianlah supaya Kami perbuat hatimu dengannya dan Kami (menurunkan) dan membacakannya kelompok demi kelompok (Al-Furqan ayat 32).

Menurut As-Suyûthi berdasarkan tiga laporan dari Abdullâh bin ‘Abbâs, dalam riwayat al-Hakim, al-Bayhaqi dan an-Nasa’i, telah menyatakan, bahwa al-Qur’an telah diturunkan melalui dua tahap[2]:
  1. Dari Lawh al-Mahfûdl ke Bayt al-‘Izzah (langit dunia yang paling rendah) secara keseluruhan dan turun sekaligus, yang terjadi pada malam Qadar (Laylah al-Qadar).
  2. Dari Bayt al-‘Izzah ke dalam hati Rasulullah saw. Secara bertahap selama 23 tahun kenabian Muhammad saw. Adapun yang pertama kali diturunkan terjadi di bulan Ramadhan, melalui malaikat Jibril as



Proses Turunnya Al-Quran

Dalam proses pewahyuannya terdapat beberapa cara untuk menyampaikan wahyu yang dibawa Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad, diantaranya:
Pertama: Turunnya wahyu kepada beliau seperti suara lonceng (kesamaan dalam kerasnya suara-ed), dan cara ini adalah cara yang paling berat bagi Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah, dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha bahwasanya al-Harits bin Hisyamradhiyallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata: ”Wahai Rasulullah, bagaimana wahyu turun kepada anda?” Maka Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam menjawab: ”Terkadang wahyu itu datang kepadaku seperti suara lonceng, dan itu adalah yang paling berat bagiku. Kemudian ia terhenti sedangkan aku sudah memahami apa yang Jibril katakan.”
’Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:
”Dan sungguh aku telah melihat wahyu itu turun kepada beliau (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) pada hari yang sangat dingin, lalu wahyu itu terhenti sementara keringat telah mengalir di dahi beliau.”

Kedua: Dan terkadang wahyu turun dalam bentuk seorang laki-laki yang menyampaikan Kalamullah kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagaimana hadits yang lalu dalam shahih al-Bukhari. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah ditanya tentang tata cara turun wahyu, maka beliau menjawab: ”Dan terkadang Malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu ia berbicara kepadaku dan kemudian aku memahami apa yang dia katakan.” Karena sesungguhnya Malaikat telah menjelma menjadi sosok lelaki dalam bentuk yang beraneka macam, dan tidak ada yang terluput darinya apa yang dibawa oleh Malaikat pembawa wahyu tersebut. Sebagaimana dalam kisah datangnya Malaikat dalam rupa Dihyah al-Kalbi, atau seorang Arab badui dan dalam bentuk yang lainnya. Dan semuanya tercatat dalam kitab Shahih.

Ketiga: Dan terkadang wahyu turun dengan cara Allah berbicara langsung kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan terjaga (tidak tidur), sebagaimana dalam hadits Isra’ Mi’raj yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukahari, dan di dalamnya disebutkan:
”Ketika aku lewat, ada penyeru yang berkata:”Aku telah berlakukan kewajibanku dan telah aku ringankan atas hamba-hambaku.” Hal yang paling penting dalam pembahasan ini yang wajib diyakini dan diimani adalah bahwa Jibril 'alaihissalam turun membawa al-Qur’an dengan lafazh al-Qur’an dari awal surat al-Fatihah sampai akhir surat an-Naas, dan bahwa lafazh-lafazh tersebut adalah Kalamullah (firman Allah), tidak ada campurtangan Jibril 'alaihissalam, dan juga tidak ada campurtangan Nabishallallahu 'alaihi wasallam dalam pembuatan dan penyusunannya, akan tetapi semuanya adalah dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: ” (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Mahatahu.” (QS. Hud: 1)
Maka semua lafazh al-Qur’an baik yang tertulis maupun yang dibaca semuanya dari sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan peran Jibril 'alaihissalam tidak lain hanyalah sebagai pembawa wahyu saja kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan tidak pula peran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melainkan hanyalah memahami, menghafal dan menyampaikannya saja. Kemudian menjelaskan dan mengamalkannya. AllahSubhanahu wa Ta'ala berfirman:
” Dan sesungguhnya al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (QS. Asy-Syu’araa’: 192-194)
Maka yang berbicara adalah Allah, yang membawa (menyampaikan) adalah Jibril'alaihissalam dan yang menerima adalah Rasul Rabb semesta alam.

Hafal 30 Juz al-Quran, Anak Indonesia ini Buat Ulama Mesir Menangis

Tags

Musa La Ode Abu Hanafi, hafiz cilik yang masih berusia 7 tahun tersebut baru saja mengukir sebuah prestasi yang membanggakan untuk Indonesia. Seperti dilansir dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, Kemlu.go.id, Minggu (17/4/2016), Musa mengikuti Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) International di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016.

Saat itu Musa yang mendapatkan juara tiga berhasil mengalahkan 80 peserta lainnya yang berasal dari 60 negara, sebut saja Mesir, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Maroko, Chad, Aljazair, Mauritania, Yaman, Bahrain, Nigeria, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Australia, dan Ukraina. Musa merupakan peserta paling kecil di antara peserta lomba, namun kemampuan Musa dalam menghafal Alquran memang sudah tidak diragukan lagi.

Musa lebih dikenal dengan Musa Hafizh cilik (lahir di Bangka, 2008; umur 8 tahun) merupakan seorang penghafal Alquran (hafizh) dari Indonesia. Selain menghafal Alquran ia juga menghafalkan matan-matan hadis penting, seperti Arbain Nawawi dan lainnya. Namanya terkenal ke khalayak ramai baik di dalam negeri maupun di Malaysia dan Singapura setelah mengikuti dan meraih juara pertama pada program Hafiz Indonesia 2014 di RCTI. Ia menjadi pusat perhatian karena meski kala itu berusia sangat muda yakni 5,5 tahun namun telah mampu menghafalkan 29 Juz dari total 30 Juz Alquran. Iapun dikirim untuk mengikuti perlombaan hafalan Alquran tingkat Internasional di Jeddah, Arab Saudi. Musa menjadi yang termuda dalam ajang tersebut dan menduduki peringkat ke-12 dari 25 peserta yang ikut bertanding. Musa mendapatkan nilai Mumtaz yakni 90,83 poin dari 100 nilai sempurna. Pasca perlombaan Musa berhasil menuntaskan hafalannya menjadi keseluruhan 30 juz Alquran, hal ini dapat terlaksana karena sebelum mengikuti acara sebenarnya ia hanya kurang dua surah saja. Pada bulan Agustus 2016, Musa memperoleh piagam penghargaan tingkat nasional dari MURI sebagai Hafiz Al-Quran 30 Juz termuda di Indonesia.

Menteri Wakaf Mesir Prof DR Mohamed Mochtar Gomaa menyampaikan takjubnya kepada Musa yang berusia paling kecil dan tidak bisa berbahasa Arab, tapi menghafal Alquran dengan sempurna. Musa mengikuti lomba cabang Hifz Alquran 30 juz untuk golongan anak-anak. Ia menjadi daya tarik tersendiri dalam perlombaan tersebut lantaran merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba. Peserta lainnya berusia di atas 10 tahun.

Jawa Pos (Radar Cirebon Group) pernah menurunkan tulisan soal musa. Tingkah Musa memang tidak berbeda dengan layaknya anak seusianya. Suka bermanja-manja dan kadang-kadang rewel. Sepintas orang tak akan menyangka dia menghafal 30 juz Alquran. Minat Musa terhadap Alquran sudah tampak sejak dirinya belum genap berusia dua tahun. ”Setiap kali saya perdengarkan kaset murottal (pembacaan) Alquran anak, dia senang dan sangat antusias menirukan,” ungkap La Ode Abu Hanafi, ayah Musa. Melihat kondisi tersebut, Hanafi pun makin sering memperdengarkan kaset murottal kepada Musa.

Tidak lama setelah ulang tahun kedua Musa, Hanafi memulai bimbingan Alquran untuk anaknya itu. Karena Musa belum bisa membaca Alquran, Hanafi membimbingnya dengan metode talqin atau membacakan hafalan. Musa diminta menirukan pelafalan sang ayah. Mengingat usia sang anak, Hanafi mengajarinya dengan perlahan. Satu sesi belajar hanya berlangsung lima sampai sepuluh menit.

Bukan hal mudah mengajarkan Alquran kepada bocah yang ketika itu berusia dua tahun. Proses Musa untuk menjadi hafiz, beber Hanafi, tidak seperti yang dibayangkan kebanyakan orang. Bagian pertama yang diajarkan kepada Musa adalah surat terakhir Alquran, yakni An Naas. ”Saya ajarkan qul saja, butuh dua sampai tiga hari dia ikuti,” kenangnya. Kemudian, menyambungkan kata qul dengan a’udzu juga butuh waktu. Durasi Musa untuk menghafal Qul a’udzu birobbinnaas (ayat pertama surat An Naas yang berarti Katakanlah, aku berlindung dari Tuhan manusia) butuh setidaknya satu pekan.

Kemudian, saat berhasil menghafal ayat kedua, Musa lupa bagaimana bunyi ayat pertamanya sehingga hafalan harus diulang dari awal. ”Jadi, surat An Naas itu mungkin bisa ratusan kali diulang sama saya,” ungkapnya. Metode talqin tersebut hanya dilakukan selama dua tahun dan menghasilkan hafalan dua juz ”saja”, yakni juz 30 dan 29. Hanafi mengajari Musa menghafal dari belakang, yakni dari juz 30 hingga 18. Kemudian, dia melanjutkan pelajaran menghafal dari juz 1.

Di usianya yang keempat tahun, Musa sudah bisa membaca Alquran sehingga proses hafalan menjadi lebih ringan daripada sebelumnya. Karena sudah bisa membaca Alquran, Musa mulai bisa belajar mandiri. Setiap hari Musa mampu menghafal 2,5 sampai 5 halaman Alquran dan diperdengarkan di depan Hanafi.

Dalam bimbingan Hanafi, Musa bisa menghabiskan waktu enam sampai delapan jam untuk menghafal Alquran. Hanafi memang seorang guru mengaji. Hanafi juga menghidupi keluarganya lewat kebun karet miliknya dan usaha dagangnya. Lazimnya seorang bocah, waktu bermain juga menjadi kebutuhan yang tak bisa diabaikan. Untuk itu, setiap empat hari Hanafi meliburkan pelajaran menghafal Alquran dan memberi Musa kesempatan bermain seharian.

“Musa main mobil, kereta, sama bola sampai kotor,” ucap Musa saat ditanya mainan kesukaannya sembari bergelayut manja di pangkuan sang ayah. Sempat pula Musa menangis karena lelah. Namun, setelah diberi mainan, tangisnya mereda. Hanafi menuturkan, putranya bisa jadi apa saja suatu saat kelak. Bisa dokter, ulama, tentara, atau profesi lainnya. Namun, Hanafi memang punya target agar Musa menjadi hafiz dahulu. “Agar dia bisa bermanfaat untuk (agama) Islam dan umat Islam,” tutur suami Yulianti itu.

Musa tampak tidak terbebani gelar hafiz yang disematkan kepada dirinya. Sebagaimana layaknya bocah, dia sangat senang manakala disodori mainan. Musa juga sudah punya cita-cita yang ingin diraihnya. “Ingin jadi pilot,” ucap Musa lugas. Hanafi mengakui bahwa dirinya dan istrinya bukanlah hafiz. Dia juga awalnya tidak yakin anaknya mampu. Namun, setelah merenung, dia dan sang istri memantapkan niat untuk menjadikan Musa seorang hafiz.

Lingkup Pembahasan Ilmu-Ilmu al-Qur'an

RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ‘ULUMUL AL-QUR’AN

Berkenan dengan persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an terdiri atas enam hal pokok berikut ini :

A. Persoalan Turunnya Al-Qur’an (Nuzul Al-Qur’an)
- Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
- Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an
- Sejarah turunnya Al-Qur’an

B. Persoalan Sanad (Rangkaian para Periwayat)
- Riwayat mutawatir
- Riwayat ahad
- Riwayat syadz
- Macam-macam qira’at Nabi
- Para perawi dan penghafal Al-Qur’an
- Cara-cara penyebaran riwayat

C. Persoalan Qira’at (Cara pembacaan Al-Qur’an)
- Cara berhenti (waqaf)
- Cara memulai (ibtida’)
- Imalah
- Bacaan yang dipanjangkan (madd)
- Meringankan bacaan hamzah
- Memasukkan bunyi huruf yang sukun kepasa bunyi sesudahnya (idgam)

D. Persoalan Kata-kata Al-Qur’ an
- Kata-kata Al-Qur’an yang asing (gharib)
- Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-rubah harakat akhirnya (mu’rab)
- Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (hononim)
- Padanan kata-kata Al-Qur’an (sinonim)
- Isti’arah
- Penyerupaan (tasybih)

E. Persoalan Makna-Makna Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan Hukum
- Makna umum yang tetap pada keumumannya
- Makna umum yang dimaksudkan makna khusus
- Makna umum yang maknanya dikhususkkan sunnah
- Nash
- Makna lahir
- Makna global
- Makna yang diperinci
- Makna yang ditunjukkan oleh konteks pembicaraan
- Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan
- Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya
- Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri
- Ayat yang “menghapus” dan “dihapus” (nasikh-mansukh)
- Yang didahulukan (muqaddam)
- Yang diakhirkan (mu’akhakhar)

F. Persoalan Makna Al-Qur’an yang Berpautan Dengan kata-kata Al-Qur’an
- Berpisah
- Bersambung
- Uraian singkat
- Uraian seimbang
- Pendek

Cabang – Cabang (Pokok Bahasan) ‘Ulumul Al-Qur’an

a. Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.

b. Ilmu tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.

c. Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.

d. Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.

e. Ilmu Tajwid Ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.

f. Ilmu Gharib Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.

g. Ilmu I’rab Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.

h. Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.

i. Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).

j. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.

k. Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.

l. Ilmu I’jaz Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat membungkam para sastrawan Arab.

m. Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan yang dibelakangnya.

n. Ilmu Aqsam Al-Qur’an Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

o. Ilmu Amtsal Al-Qur’an Ilmu ini menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.

p. Ilmu Jidal Al-Qur’an
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.

q. Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an Ilmu ini memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an. Mudah Mudahan Diberikan kesempatan Untuk membahas masing masing dari lingkup bahasan ilmu tersebut. Insya Allah